Haruskah Anak Mengerti Neurodivergensi?
oleh : Arif Dhiya Aryaputra
Pernahkah kamu mendengar tentang
Neurodivergensi? Neurodivergensi merupakan istilah sosiologi yang dikenalkan
oleh Judy Singer pada akhir 90-an. Neurodivergensi merujuk pada keberagaman
suasana mental dan fungsi otak manusia yang meliputi kondisi autisme, ADHD,
Bipolar, Sindrom Asperger, Disleksia dan kondisi abnormal lainnya.
Neurodivergensi menjadi dasar gagasan bahwa perbedaan sistem saraf merupakan
hal yang wajar dan menjadi variasi alami yang tidak menjadi pilihan bagi
penderitanya. Seorang psikiater John Hopkins University, Leo Kanner dalam
bukunya yang berjudul Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme mengungkapkan
bahwa anak-anak dengan Neurodivergensi cenderung memiliki ciri khas menarik
dalam perilaku sosialnya seperti menarik diri dari pergaulan, mengalihkan
pandangan dari orang lain, tak berbicara, serta cenderung melakukan aktivitas
tertentu secara repetitive atau berulang. Hal ini diperparah dengan berbagai
stigma dan stereotip dalam masyarakat yang beranggapan bahwa Neurodivergensi
merupakan suatu kekurangan, gangguan, atau cacat.
Di tahun 2014, terdapat 1 anak
pengidap autisme pada setiap 59 anak populasi dunia. Kondisi autisme juga lebih
banyak diidap oleh anak laki-laki dengan prevelensi 1:37, dibandingkan pada
anak perempuan dengan prevelensi 1:151. Menurut Surilena yang merupakan Kepala
Departemen Psikiatrik FKIK Unika Atma Jaya, kebanyakan pengidap gangguan
neurodevelopmental memiliki IQ superior dan diatas rata-rata. Namun kondisi
neurodivergent yang dialami kadangkala membatasi mereka untuk menyalurkan
kecerdasannya. Kondisi neurodivergent memang bervariasi bahkan bisa tidak
terdeteksi, namun kebanyakan bisa dilihat pada usia 2-3 tahun. Pada usia
berkembang hingga usia 12 tahun, anak dengan neurodivergent diharuskan untuk
mengerti bahwa kondisinya unik dari anak lain.
Lalu, seberapa pentingkah Pendidikan
neurodivergensi pada anak? Pada dasarnya, Neurodivergensi pada anak menjadi
kondisi yang mengharuskan mereka untuk diperlakukan secara khusus. Mayoritas
masyarakat masih menganggap bahwa bipolar, disleksia, dan sindrom kejiwaan,
intelektual serta emosional lain selayaknya diperlakukan apa adanya. Padahal
menurut organisasi sosial untuk pengidap autis, Autistics.org mengatakan bahwa
membuat mereka mengikuti standar perilaku orang pada umumnya adalah paksaan.
Hal ini dapat menyebabkan tekanan bagi mereka yang terlahir dengan sistem saraf
yang berbeda.
Ketika orangtua sudah mengetahui
kondisi anaknya, orangtua disarankan untuk meminta pertolongan professional
seperti psikolog. Hal ini tidak hanya dilakukan untuk mendapatkan bantuan medis
bagi sang anak, melainkan juga mengajarkan orangtua bagaimana cara yang tepat
untuk mendidik anak dengan Neurodivergensi.
Dari sisi masyarakat, anak dengan
Neurodivergensi membutuhkan dukungan intens dari lingkungannya. Untuk mencapai
masyarakat yang suportif, diperlukan pemahaman mendasar dan Pendidikan terkait
Neurodivergensi yang harus dimiliki setiap individu. Hal ini menjadi kunci
utama untuk mendukung mereka yang terlahir berbeda agar bisa setara dengan
masyarakat luas.
Melihat tingginya angka kasus
perundungan yang terjadi pada pengidap Neurodivergensi, pendampingan bagi
mereka sangat diperlukan. Orangtua, guru, teman, atau siapapun yang berada
dalam lingkungan dengan pengidap Neurodivergensi di dalamnya harus bersikap
peduli kepada mereka yang mengidap Neurodivergensi. Pemahaman terhadap potensi
unik mereka harus ditingkatkan, sebab keunikan seorang anak autism bisa berbuah
prestasi apabila didukung dengan baik. Jika anak dengan dengan Neurodivergensi
tidak dihargai dan diberi dukungan serta kasih sayang, bukan tidak mungkin
mereka akan mengalami hal lebih buruk dari gangguan saraf.
Autism Support Network, sebuah
Lembaga non profit yang bergerak menangani dan mendukung pasien Neurodivergensi
memaparkan, keluarga atau rekan perlu menanyakan sedalam mungkin seputar
pengalaman buruk yang pernah diterima pengidap autisme untuk membangun gagasan
terkait tindakan atau sikap yang akan diambil apabila terjadi perundungan
terhadap anak dengan Neurodivergensi. Terlebih lagi, tidak jarang isolasi
pengidap autisme memperburuk situasi mental mereka. Oleh karena itu, kedekatan
dengan orang-orang sekitar akan membantu mereka belajar mempercayai sekitar dan
pada akhirnya merasa dirinya cukup baik dan diterima masyarakat.
Komentar
Posting Komentar